dailykota.com PALU – Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) melalui Program Generation Gender (Gen G) mengadakan diskusi tentang “Peran Lembaga Adat dalam Pelaksanaan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)”. Rabu, 29 Mei 2024, di Hotel Santika Palu.
Acara ini bertujuan untuk mendorong implementasi UU TPKS dalam menangani kasus kekerasan seksual di Kota Palu. Serta memperkuat upaya penanganan melalui dukungan lembaga dan hukum adat setempat.
Narasumber diskusi ini termasuk Irmayanti Pettalolo, Sekretaris Kota Palu; Zulfikar dari UPTD PPA Sulawesi Tengah, Maya Safira dari LIBU Perempuan, Nisbah dari Koalisi Perempuan Indonesia, dan sejumlah akademisi. Diskusi dipandu oleh Nining Rahayu, Direktur LBH APIK Sulawesi Tengah.
Selain itu, hadir pula perwakilan dari Bappeda Kota Palu, DPRD Kota Palu, DP3A Sulawesi Tengah, UPTD PPA Sulawesi Tengah, DP3A Kota Palu, Unit PPA Polres Kota Palu, Pengadilan Negeri Kota Palu, lembaga adat, tokoh adat, kelurahan, lembaga berbasis masyarakat, kelompok orang muda, dan instansi pemerintah terkait lainnya.
Direktur Yayasan Gemilang Sehat Indonesia Ely Sawitri dalam sambutannya menyatakan berdasarkan penelitian norma sosial oleh YGSI dan Tulodo, masih banyak penyelesaian kekerasan seksual di lakukan secara damai. Melalui kesepakatan antara kedua belah pihak atau hukum adat, tanpa melalui hukum positif negara.
Irmayanti Pettalolo menegaskan meskipun sanksi hukum adat berlaku dalam penanganan kekerasan seksual. Proses hukum positif negara tetap harus di lakukan untuk memberikan efek jera pada pelaku. Dia berharap lembaga adat memiliki pemahaman yang sama terkait hal ini.
Nisbah menyoroti beberapa nilai dan norma dalam hukum adat masyarakat Lembah Palu berpotensi melindungi perempuan. Seperti pemisahan sumur mandi antara perempuan dan laki-laki. Zulfikar menekankan pentingnya mandat UU TPKS dalam melindungi korban kekerasan seksual dan bahwa penyelesaian dengan denda tidak memenuhi hak-hak korban. Dia mengusulkan dialog dan kolaborasi antara UPTD PPA dan lembaga adat untuk meningkatkan pemahaman mengenai hukum positif negara.
Maya Safira dari LIBU Perempuan mencatat tantangan yang di hadapi selama pendampingan kasus kekerasan seksual. Terutama karena hukum adat masih menjadi prioritas dalam masyarakat. Wakil Ketua Dewan Adat Kota Palu Dr. Timuddin Bauwo menekankan pentingnya penanganan kekerasan seksual oleh kepolisian dan melalui hukum positif negara. Perwakilan lembaga adat juga setuju bahwa kasus kekerasan seksual harus di tangani dengan hukum positif negara seperti UU TPKS.
Peserta diskusi sepakat tentang pentingnya pelibatan orang muda dalam menyebarluaskan pemahaman batasan hukum adat dalam penanganan kekerasan seksual dan prioritas penggunaan UU TPKS. Pertemuan ini mencatat perlunya penyelarasan pemahaman penegak hukum adat di tingkat kelurahan dan desa untuk bersinergi dalam memenuhi hak-hak korban melalui hukum positif negara.
Irmayanti, dalam sesi penutup, menyampaikan kepada instansi terkait (DP3A) untuk mengadakan diskusi strategis merancang sinergi antara hukum adat dan UU TPKS dalam penanganan kekerasan seksual. Nisbah menambahkan bahwa hukum adat bukan satu-satunya hukum yang di gunakan untuk penanganan kekerasan seksual, dan Zulfikar menekankan pentingnya pendekatan sensitif budaya untuk menjembatani hukum adat dan hukum positif negara.
Hasil pertemuan ini menghasilkan beberapa rekomendasi, termasuk peningkatan pemahaman bagi lembaga adat agar sejalan dengan pengada layanan dalam penanganan kasus kekerasan seksual melalui penggunaan UU TPKS, komitmen Pemerintah Kota Palu dalam mewujudkan Kota Palu Ramah Perempuan dan Peduli Anak, pelibatan perempuan dalam lembaga adat, penghormatan terhadap nilai dan norma adat budaya dengan berlandaskan Hak Asasi Manusia, serta SOP atau sistem rujukan terintegrasi untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Generation Gender (Gen G) adalah program YGSI yang berlangsung dari 2021 hingga 2025, bertujuan mencegah kekerasan berbasis gender dan seksual dengan melibatkan laki-laki dan perempuan muda dari berbagai latar belakang.
Program ini di lakukan di Jabodetabek, Jawa Barat (khususnya Kota Bandung), dan Kota Palu, bekerja sama dengan berbagai mitra seperti Koalisi Perempuan Indonesia, LBH APIK, Rahima, dan kelompok/organisasi orang muda. Gen G juga bermitra dengan SafeNet dan Project Multatuli untuk menangani kekerasan berbasis gender online dan membangun narasi positif terkait pencegahan kekerasan berbasis gender. (*)