dailykota.com POSO – Jurnalis Wanita Indonesia (JUWITA) menghadirkan film dokumenter Kopi Tua Desa Katu melalui agenda nonton bareng (nobar) dan diskusi publik, di Festival Tampo Lore yang digelar di Desa Hangira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sabtu, 28 2025).
Film berdurasi 25 menit ini merupakan hasil kolaborasi JUWITA dan Alfatwa Multimedia. Mengangkat kisah kopi dan dinamika kehidupan masyarakat Desa Katu, film ini menampilkan lanskap alam, budaya lokal, serta keterkaitan sejarah kopi dengan identitas warga setempat.
Ketua JUWITA, Kartini Naingolan, menyebut film ini sebagai langkah awal mendokumentasikan jejak kopi tua yang berakar dalam kehidupan masyarakat Katu.
“Prosesnya masih sangat terbatas, peralatan juga seadanya. Karena itu kami butuh banyak masukan agar produksi berikutnya lebih matang,” ujar Kartini.
Ia menambahkan, JUWITA berencana melanjutkan produksi film serupa dengan fokus lebih dalam terhadap potensi kopi, tidak hanya di Desa Katu, tetapi juga di wilayah lain di Sulawesi Tengah.
“Film ini memang seperti profil desa karena banyak menggambarkan kondisi geografis, budaya, dan masyarakat. Tapi ke depan, kami akan fokus pada kopi tua yang masih eksis hingga kini,” jelasnya.
Diskusi usai pemutaran film pun memunculkan berbagai tanggapan konstruktif. Ketua AMSI Sulteng, Mohammad Ikbal, mengapresiasi kualitas visual dan struktur narasi, namun menyoroti penggunaan voice over berbasis AI.
“Cerita dan gambar cukup kuat. Tapi rasa film jadi berkurang kalau narasinya di bacakan AI. Akan lebih menyentuh jika disuarakan langsung oleh warga Katu atau jurnalis JUWITA sendiri,” ujarnya. Ia juga menyarankan perluasan ekspedisi visual agar cerita terasa lebih hidup.
Masukan juga datang dari jurnalis foto BMZ (PFI Palu). Ia menilai film ini memiliki dua fokus yang sama kuat, yakni kopi dan Desa Katu, sehingga arah cerita perlu di pertegas sejak awal.
“Harus jelas sejak pembuka: apakah ini tentang kopi tua atau tentang Desa Katu? Karena itu akan menentukan struktur narasi dan penyajian visual,” ungkapnya. Ia juga menekankan pentingnya riset agar cerita lebih dalam dan terarah.
Terlepas dari kekurangan, film Kopi Tua Desa Katu mendapat apresiasi sebagai karya dokumenter yang di garap oleh jurnalis perempuan dengan kepedulian terhadap desa dan potensi lokal.
“Langkah JUWITA patut di apresiasi. Ini bukan sekadar dokumenter, tapi juga bagian dari pemberdayaan dan pelestarian budaya,” ujar jurnalis senior Basri menutup diskusi. ***