dailykota.com PALU – Fakultas Hukum Universitas Tadulako (FH Untad) menggelar focus group discussion (FGD) bertema “Telaah Kritis Terhadap Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan,”. FGD berlangsung di Ruang Video Conference FH Untad, Selasa, 30 Juli 2024. Kegiatan yang dibuka Dekan FH Untad, Prof Dr Sulbadana SH MH ini diikuti 50 peserta dari unsur dosen dan mahasiswa.
Sebagai pemantik diskusi, penyelenggara menghadirkan Prof Dr Aminuddin Kasim, guru besar Hukum Tata Negara FH Untad, dan Dr Jubair, dosen Hukum Pidana FH Untad. Dalam diskusi yang dipandu Dr Rahmat Bakri SH MH, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FH Untad, para peserta mempertanyakan motivasi lahirnya RUU ini yang terkesan tidak menyentuh masalah substantif dalam perbaikan sistem hukum yang berkenaan dengan kelautan.
Dekan FH Untad, Prof Sulbadana SH MH yang merupakan guru besar Hukum Internasional, dalam sambutannya, menyoroti salah satu bagian dari RUU yang cenderung hanya akan meneguhkan posisi Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai institusi tunggal dalam operasi keamanan laut dan penegakan hukum di laut.
“Saya tentu mempersilakan kepada teman-teman untuk berpendapat dan memberi pandangan masing-masing. Tapi secara pribadi saya memberi catatan kritis atas RUU ini. Jika dipaksakan justru potensial menimbulkan masalah baru,” katanya.
Aminuddin Kasim dalam paparannya memberi catatan khusus terhadap eksistensi Bakamla yang akan diatur dalam RUU. Pada satu sisi, Bakamla bertugas sebagai koordinator dalam operasi keamanan laut dan penegakan hukum laut di wilayah perairan dan yurisdiksi (Pasal 61). Pada sisi lain, Bakamla melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran hukum di laut (Pasal 63 huruf f), terkesan berlebihan dan terbaca sebagai rangkaian norma yang rancu. Hal ini menunjukkan satu sisi kelemahan dari sistem single agency multi task.
Sementara Jubair mempersoalkan jika Bakamla diposisikan sebagai institusi tunggal dalam penegakan hukum di laut. Hal ini akan mereduksi kewenangan Polri sebagai penyidik tunggal bersama PPNS yang diatur dalam KUHAP.
Menurutnya, tugas dan fungsi Polri selaku penyidik selalu ada di semua UU yang bersentuhan dengan penegakan hukum di negeri ini. “Polri tidak pernah ditinggalkan sebagai penyidik,” tegasnya.
Untuk mengatasi tumpang tindih yang potensial muncul, ia menawarkan perlunya zonasi untuk membagi kewenangan di antara unsur-unsur yang terlibat dalam operasi keamanan dan penegakan hukum di laut.
Dr Lembang Palipadang SH MH, dosen Hukum Internasional FH Untad, mengingatkan agar RUU Kelautan sebagai hukum laut nasional harus diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum internasional. Pernyataan ini diamini Hilda SH MH, dosen Hukum Internasional FH Untad. Ia pun mengkritik norma Pasal 63 huruf h RUU.
Menurutnya kewenangan yang diberikan kepada Bakamla untuk melakukan tindakan agresif harus diperjelas dan diberi batasan. Hilda khawatir jika tindakan agresif tanpa kriteria yang tegas, bila diberlakukan terhadap kapal-kapal asing yang berlayar di wilayah Indonesia dapat memicu ketegangan dengan negara lain. Sementara ketentuan hukum internasional memungkinkan bagi kapal-kapal asing itu untuk berlayar di wilayah perairan Indonesia.
Dr. Agus Lanini yang merupakan Wakil Dekan Bidang Akademik FH Untad memberikan pandangan terkait dengan transformasi hukum dan transplantasi hukum. Ia khawatir RUU Perubahan UU Kelautan yang saat ini dalam proses legislasi sekadar transplantasi hukum yang ditiru dari negara-negara lain.
“Saya khawatir akan memunculkan kekacauan jika yang sudah ada akan diubah lagi,” tambah Manga Patila, dosen Hukum Perdata FH Untad.
Karena itu, Dr. Surahman, dosen Hukum Administrasi Negara, mengingatkan agar penyusunan RUU ini dilakukan secara hati-hati agar tidak kontraproduktif. Harmonisasi horisontal dan vertikal sangat perlu dilakukan.
Terhadap masukan-masukan yang disampaikan narasumber dan penanggap, Dekan FH Untad menyarankan agar DPR RI tidak memaksakan menggolkan upaya perubahan UU Kelautan yang sudah ada dengan fokus hanya pada penguatan Bakamla sebagai single agency multi task. Tanpa prinsip checks and balances dalam penegakan hukum di laut potensial akan menimbulkan masalah dalam implementasinya. (rb/*)